Sabtu, 21 Januari 2017

HS

abah.. kataknlah saya berpegang bahawa melakukan perbuatan sekian2 adalah haram menurut dalil sekian2. boleh kah apabila tiba suatu saat hati saya berkehendak melanggar dalil tersebut atas alasan 'menentang keyakinan diri'? bagaimana saya nak bezakan itu adalah 'menentang keyakinan diri' atau 'menurut nafsu'?
===============
Dalil itu ada bukan untuk ditentang, karena hakekat dalil itu adalah untuk mendalili diri kita sendiri, supaya kita sadar diri......

Mungkin yang kamu maksud bukan menentang dalil, akan tetapi mendapatkan pemahaman lain tentang suatu dalil....

Kadang kala pemahaman tentang dalil atau suatu dalil bisa saja berubah pada diri kita, seiring waktu, kedewasaan dan sudut pandang kita bisa bergeser....

Itu lumrah karena kita hanya menerima "tafsir" dari dalil, namun tidak pernah menerima "takwil" dari dalil....

Dalam ilmu tafsir, dalil dipahami menurut tata kalimat, tata bahasa dan asbabun nuzulnya, tetapi dalam takwil, dalil dipahami menurut cita rasanya, hikmahnya, dan pancaran cahayanya...... 

Tafsir menimbulkan perbedaan pemahaman terhadap dalil, takwil akan menyatukannya.....

Semisal tafsir membelah belah pemahaman orang tentang Tuhan, maka diantara mereka berkata, "Tuhan itu di atas arsy, diantara yang lain berkata. "Tuhan diluar ruang dan waktu, yang lain lagi berkata pula, "Tuhan ada dimana mana", yang lain lagi berkata, "Tuhan ada dalam hati, lebih dekat dari urat leher".....

Maka takwil hadir untuk menyatukan perbedaan itu semua, bahwa Tuhan diatas arsy, itu maksudnya bahwa Dia memuncak segala puncak, dan mengungguli segala keunggulan.... bahwa Tuhan ada dimana-mana, itu maksudnya tiada penjuru langit dan bumi yang tidak diliputi oleh Dzat dan pengetahuanNya.... bahwa Tuhan itu diluar ruang dan waktu, itu maksudnya bahwa Dia tidak mengenal pembatasan hukum2 ruang dan waktu, karena Dialah Maha Ruang dan waktu.....dst.....

Demikianlah, bisa jadi engkau mulai memahami takwil, dan bergeser pemahamanmu menuju pemahaman yang lebih haqiqi.....

6 komentar: